Kepala BPOM Penny K. Lukito mengatakan, temuan kasus tersebut berawal dari informasi Balai Besar POM (BBPOM) di Pekanbaru yang menyebutkan adanya penjualan obat ilegal berupa sediaan injeksi melalui online yang berasal dari Semarang. Informasi itu pun lalu dikembangkan menjadi penyelidikan bersama secara lintas intansi di ibukota Jawa Tengah tersebut.
Dari hasil penelusuran, sebuah gudang berkedok agen jasa pengiriman ekspedisi yang berlokasi di Jalan Arteri Soekarno-Hatta, Kota Semarang disinyalir menjadi sumber peredaran obat ilegal yang dijual secara online tersebut. Hasil penelusuran tersebut membuahkan hasil setelah menggerebek lokasi tersebut pada Senin, 28 Mei 2018.
“Dugaan sementara, praktik distribusi ilegal ini dilakukan dengan modus menjual obat ilegal melalui e-commerce dan media sosial serta didistribusikan melalui jasa pengiriman ke seluruh Indonesia,” ujar Penny saat meninjau gudang obat ilegal tersebut, Kamis, 31 Mei 2018.
Adapun, proses penyedlidikan dan pengungkapan kasus tersebut dilakukan oleh BPOM dengan menggandeng Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP), Kepolisian Daerah dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Jawa Tengah.
Penny menambahkan, pelaku telah menjalankan usaha obat ilegal dengan memanfaatkan gudang tersebut sebagai tempat penyimpanan, pengemasan, dan pengiriman barang.
Sementara itu dari TKP ditemukan barang bukti kejahatan berbagai jenis obat ilegal yang banyak ditemukan di peredaran antara lain berupa injeksi vitamin C, kolagen, gluthathion, tretinoin, obat-obat pelangsing, sibutramine HCl, serta produk-produk skincare dengan total sejumlah 146 item (127.900 pieces).
Selain itu petugas juga menyita 7 unit handphone dan 5 (lima) unit personal komputer yang digunakan untuk transaksi dan administrasi penjualan serta dokumen dan catatan penjualan.
BPOM RI telah menyita seluruh produk obat ilegal beserta dokumen dan catatan penjualan tersebut. Berdasarkan pemeriksaan sementara terhadap saksi-saksi, PPNS BPOM RI telah menetapkan satu orang tersangka berinisial UA.
“Berdasarkan dokumen yang ditemukan dan keterangan tersangka, usaha dijalankan sejak tahun 2015 dengan omzet sekitar Rp 500 juta rupiah per bulan. Temuan ini akan ditindaklanjuti BPOM RI melalui proses pro-justitia guna mengungkap aktor intelektual”, ujar Kepala BPOM RI.
Pelaku diduga melanggar Pasal 196 dan 197 Undang-Undang No. 36/2009 tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 1,5 miliar.
Terkait maraknya peredaran obat ilegal, Kepala BPOM RI kembali meminta kepada seluruh pelaku usaha untuk mematuhi segala peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dia juga meminta agar masyarakat lebih berhati-hati dalam memilih obat yang akan dikonsumsi. Masyarakat diharapkan tidak membeli atau memilih produk obat yang tidak memiliki izin edar. “Ingat selalu cek KLIK, cek kemasan, cek label, cek izin edar, dan cek kedaluwarsa sebelum membeli atau memilih produk obat”, katanya
Posting Komentar